1. PELAPISAN
SOSIAL
Kata stratification berasal dari
kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Berikut ini adalah beberapa
pengertian tentang Pelapisan Sosial menurut beberapa ahli :
·
Menurut
Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita
ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah dalam
masyarakat.
· Menurut
P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan
suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh
karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan.
Pelapisan sosial
merupakan pembeda tinggi dan rendahnya
kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, jika dibandingkan dengan
posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Tinggi dan rendahnya lapisan sosial
itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang
ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.
Pelapisan sosial
merupakan gejala yang bersifat universal. Pelapisan sosial ada kapan pun dan
dalam masyarakat mana pun. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan
bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan pelapisan
sosial pun dapat terjadi dengan sendirinya. Sesuatu yang dihargai dalam
masyarakat dapat berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dari beberapa
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan
antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat.
Wujud dari Pelapisan Sosial yaitu adanya
lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
A.
TERJADINYA
PELAPISAN SOSIAL
Terjadinya
Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
·
Terjadi
dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan
tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya
oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh
karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar
dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan
masyarakat dimana sistem itu berlaku.
·
Terjadi
dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan
sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan
secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada
seseorang. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja,
mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan
pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja
sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan
pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal
).
study kasus :
pelapisan sosial pada kaum
ningrat dengan kaum awam. Kaum ningrat tidak di perbolehkan berhubungan dengan
kaum awam dikarenakan perbedaan sosial.
B.
DASAR-DASAR
PEMBENTUKAN PELAPISAN SOSIAL
Ukuran atau kriteria yang
menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai
berikut :
1.
Ukuran
kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan)
dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan
sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan
termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula
sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam
lapisan yang rendah.
2.
Ukuran
kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai
kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
3.
Ukuran
kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas
dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Ukuran kehormatan ini sangat terasa
pada masyarakat tradisional karena mereka sangat menghormati orang-orang yang
banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang
berperilaku dan berbudi luhur.
4.
Ukuran
ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi
dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Lapisan Masyarakat terbagi menjadi
3, yaitu:
a) Masyarakat terdiri dari kelas
atas dan kelas bawah
b) Masyarakat terdiri dari tiga
kelas yaitu kelas atas, menengah dan bawah
c) Sementara itu ada pula kita
dengar: kelas atas, kelas menengah, kelas menengah bawah, dan kelas bawah
C.
SIFAT
PELAPISAN SOSIAL
Menurut Soerjono Soekanto,
dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi:
1.
Stratifikasi
Sosial Tertutup (Closed Social Stratification) : stratifikasi dimana anggota
dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas
tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja. Contoh : Rasialis (kulit
hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di
posisi kulit putih).
2.
Stratifikasi
Sosial Terbuka (Opened Social Stratification) : stratifikasi ini bersifat
dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas
melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh : Seseorang
yang miskin bisa menjadi kaya jika ia ingin berusaha.
3.
Stratifikasi
Sosial Campuran : stratifikasi ini merupakan kombinasi antara stratifikasi
tertutup dan terbuka. Contoh : Seseorang yang memiliki kasta Brahmana mempunyai
kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh,
ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan
kelompok masyarakat di Jakarta.
D.
CONTOH
PELAPISAN SOSIAL
Seseorang
akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya
kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong seseorang untuk mau
bersaing dengan orang lain, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak dari
keluarga tidak mampu atau kasarnya berasal dari keluarga miskin akan berusaha
belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
Mobilitas sosial akan lebih
mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Contoh: Indonesia yang sedang
mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan
ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki
kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang
pendidikan.
2. Kesamaan Derajat
, Hak dan Kewajiban
Cita-cita
kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama
mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya
kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya universal Declaration of Human Right,
yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya
sejak lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi
serta universal.
Indonesia,
sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah
mencantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 hak-hak asasi manusia. Sebagai warga
negara Indonesia, tidak dipungkiri adanaya kesamaan derajat antar rakyaknya,
hal itu sudah tercantum jelas dalam UUD 1945 dalam pasal:
1.
Pasal
27
•
ayat 1, berisi mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga
negara yaitu menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
•
ayat 2, berisi mengenai hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan
2.
Pasal
28
ditetapkan
bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan
tulisan.
3.
Pasal
29
ayat
2, kebebasan memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara
4.
Pasal
31
ayat
1 dan 2, yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran.
·
Contoh
Hak dan Kewajiban:
A.
Sebagai
anak: Sebagai seorang anak kita memiliki kewajiban untuk patuh dan hormat
kepada orang tua yang telah berupaya bersusah payah membesarkan kita, lalu
sebagai anak kita juga memiliki hak untuk diasuh oleh orang tua dengan penuh
kasih sayang dalam keluarga bahagia sampai dewasa, apabila sakit seorang anak
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik agar sehat dari orang tua,
lalu seorang anak mendapatkan haknya seperti memerlukan gizi, pakaian, dan
tempat tinggal, mendapatkan pendidikan, rekreasi dan mengikuti kegiatan budaya
atau yang lainnya yang diingkan seorang anak selama itu adalah hal positif.
B.
Sebagai
Mahasiswa
Hak Mahasiswa:
o
Kebebasan
akademik dalam menuntut dan mengkaji ilmu sesuai norma dan susila yang berlaku
dalam lingkungan akademik.
o
Memperoleh
pengajaran dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, dan
kemampuan.
o
Memanfaatkan
fasilitas yang ada guna kelancaran proses belajar.
o
Mendapat
bimbingan dosen dalam penyelesaian studi.
o
Memperoleh
layanan informasi yang berkaitan dengan program studi serta hasil belajarnya.
o
Menyelesaikan
studi lebih awal.
o
Memperoleh
layanan kesejahteraan, khususnya bagi mahasiswa yang berprestasi akan menerima
bantuan operasional studi, keringanan SPP, dan beasiswa.
o
Memanfaatkan
sumber daya melalui perwakilan/organisasi kemahasiswaan untuk mengatur
kesejahteraan, minat, dan tata kehidupan bermasyarakat.
o
Ikut
serta dalam kegiatan organisasi mahasiswa.
o
Memperoleh
pelayanan khusus bilamana menyandang cacat.
Kewajiban Mahasiswa:
o
Mematuhi
peraturan yang berlaku.
o
Memelihara
sarana dan prasarana serta kebersihan dan keamanan fakultas.
o
Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi mahasiswa yang
memperoleh keringanan biaya pendidikan.
o
Menghargai
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
o
Menjaga
kewibawaan dan nama baik fakultas.
o
Menjunjung
tinggi kebudayaan nasional.
C.
Sebagai
Warga Negara:
Hak Warga Negara:
o
Setiap
warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
o
Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
o
Setiap
warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan
o
Setiap
warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan
masing-masing yang dipercayai
o
Setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
o
Setiap
warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri
dari serangan musuh
o
Setiap
warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku
Kewajiban
Warga Negara:
o
Setiap
warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
o
Setiap
warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
o
Setiap
warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
o
Setiap
warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang
berlaku di wilayah negara indonesia
o
Setiap
warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar
bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
3.
Elite
dan Massa
A.
Elite
Dalam masyarakat
tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya
dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum
elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan
tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di
bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara
pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat
di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di
dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran,
dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat
menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama
sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu
pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci
atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai
kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya,
pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader)
inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang
akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua
kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : pertama menitik
beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat mral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite
internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta
solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat
tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah
meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema
yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak
tentu.
B.
Massa
Istilah massa
dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang
elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang
secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain. Massa diwakili
oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku, misal seperti mereka yang
terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar
di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai
hal yang diberitakan dalam pers atau mereka yang berperan serta dalam suatu
migrasi dalam arti luas. Ciri-ciri massa adalah :
1)
Keanggotaannya
berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang
dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat
kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka
sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang
pembunuhan misalnya malalui pers.
2)
Massa
merupakan kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari
individu-individu yang anonym.
3)
Sedikit
interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya.
C.
Peranan
Elite Terhadap Massa
Elite
sebagai minoritas yang memiliki suatu kualifikasi tertentu yang eksistensinya
sebagai kelompok penentu dan berperan dalam masyarakat diakui secara legal oleh
masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini kita melihat elite sebagai kelompok yang
berkuasa dan kelompok penentu.
Dalam
kenyataannya elite penguasa kita jumpai lebih tersebar, jangkauannya lebih
luas, tetapi lebih bersifat umum, tidak terspesialisasi seperti kelompok
penentu. Kita mengenal, adanya kelompok penguasa merupakan golongan elite yang
berasal dari kondisi sejarah masa lampau.
Kelompok
elite penguasa ini tidak mendasarkan diri pada fungsi-fungsi sosial tetapi
lebih bersifat sebagai kepentingan birokrat. Kita bisa menjumpai kelompok
penguasa ini pada berbagai perhimpunan yang bersifat khusus, misalnya pada
kelompok birokratis yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan-kebijakan maupun
sebagai pelaksana dan sebagai elite pemerintah.
D.
Contoh
Kasus Kekacauan Pada Elite Politik
Senin,
11 September 2000. Syamsuddin Haris Soal Kekacauan Pemilihan Bupati Departemen
Dalam Negeri Perlu Buat Petunjuk Umum.
Selama
tahun 2000 sudah delapan kali pemilihan bupati/wali kota selalu disertai
kerusuhan atau kekacauan. Bagi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Samsuddin Haris, penyebab kekacauan itu adalah perilaku elite politik
itu sendiri yang masih mempersepsikan bahwa fungsi partai politik hanya untuk
kekuasaan dan tidak mempunyai fungsi-fungsi lainnya.
Berikut petikan
percakapan Kompas dengan Sjamsuddin Haris:
“Mengapa selalu ada
aksi protes dalam pelantikan kepala daerah?”
“Ini merupakan
masalah mendasar yang kita hadapi. Persoalannya bukan pada tingkat bawah tetapi
pada elite (pemimpin) politik. Saya pikir penyebab utamanya adalah parpol belum
menjadi alat perjuangan masyarakat. Belum menjadi wadah kepentingan masyarakat.
Kenapa? Memang kita masih dalam suasana mencari-cari, khususnya di kalangan
pemimpin partai, saya menduga masih ada yang mengalami keterasingan dalam pengertian
parpol selain sebagai wadah perjuangan kekuasaan seakan-akan nggak ada yang
lain. Seolah hanya jadi alat perjuangan kekuasaan. Di luar itu belum dipahami,
baik oleh elite daerah maupun nasional.”
“Apakah itu berarti
fungsi parpol sendiri belum dipahami secara benar oleh mereka yang berkecimpung
di sana?”
“Saya kira belum.
Itu gejala yang meluas bukan hanya di daerah tapi juga di Senayan (gedung DPR),
sehingga selalu agenda kegiatan bangsa itu seolah hanya politik, bukan ekonomi,
keadilan sosial. Apa yang dialami masyarakat jauh dari perhatian.”
“Tentang kasus
Sampang sendiri. Adakah kesengajaan dari elite politik menggunakan rakyat
sebagai alat mereka?”
“Ini saling
manipulasi antarelite, manipulasi atas massa masing-masing sehingga yang
terjadi pemanfaatan yang pada hakikatnya adalah pembodohan atas massa.
Manipulasi itu, seolah-olah partai masing-masing yang benar, kalau sampai hanya
pada posisi itu sampai kapan pun kita akan berkonflik terus.”
“Samakah kasus
Sampang dengan kasus Jembrana dan Medan?”
“Saya kira sama,
sebab hakikatnya partai politik itu sesungguhnya sebagai wadah untuk
mengendalikan konflik masyarakat, tapi ini justru sebaliknya. Jadi sumber
konflik.”
“Apa solusinya?”
“Jangka pendek tak
ada. Menengah dan panjang, salah satunya memperbaiki mekanisme pemilihan baik
legislatif maupun eksekutif. Di sinilah mendesaknya sistem pemilihan langsung,
baik di dewan maupun pimpinan daerah. Ini berhubungan dengan tuntutan penguatan
lokal juga agar mulai muncul akuntabilitas lokal, otonomi lokal dan lainnya.”
“Siap atau tidak
kita untuk mengadakan pemilihan langsung?”
“Saya kira
masyarakat siap saja. Kita sudah lihat fenomena Pemilu 1999. Yang selalu tak
siap justru elite politik. Seperti contoh elite politik di Senayan pada Sidang
Tahunan MPR lalu, masih mengusulkan sistem proporsional untuk pemilihan anggota
DPR pusat. Ini orientasinya pada status quo lagi, supaya bisa terpilih lagi
dalam pemilu mendatang karena ditentukan pimpinan partai. Yang tak siap selalu
elite. Tujuannya jelas untuk mempertahankan kekuasaan masing-masing yang sudah
didapat. Saya pikir tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan kualitas elite
kecuali dengan pemilihan langsung dan dimulai dari tingkat lokal. Bukan dibalik
dari presiden. Sekaligus kita belajar membangun sistem pemilihan bersifat
nasional. Semacam uji cobalah.”
“Sebelum reformasi
nyaris tak terdengar perlawanan rakyat terhadap bupati terpilih, mengapa
sekarang sering terjadi?”
“Ini akibat
keterbukaan politik, jadi masyarakat memiliki akses untuk mengetahui segala
macam informasi, walau bisa juga dalam kenyataan disinformasi. Ini yang
berbahaya. Pada saat institusi masyarakat umumnya lemah, partai beorientasi
pada kekuasaan, tidak ada lagi yang menjernihkan informasi tadi. Tak ada yang
menjernihkan bahwa itu disinformasi.”
”Agar tak terjadi
kasus serupa lagi, apa yang harus dilakukan?”
“Pemerintah dalam
hal ini Departemen Dalam Negeri harus secepatnya membuat petunjuk umum apa yang
boleh dan tidak dalam otonomi daerah karena dampak dari UU Otonomi Daerah,
seolah di daerah semua menjadi bebas, termasuk dalam soal bagaimana mestinya
pemilihan bupati dan wali kota. Pemahaman elite politik lokal atas UU itu,
seolah bisa dicopot setiap tahun. Kebetulan penelitian saya di beberapa tempat
mengenai otonomi daerah menunjukkan pedoman umum itu ditunggu. Idealnya memang
ada inisiatif lokal, cuma kita masih dalam transisi, sehingga dibutuhkan
petunjuk umum segala sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan pusat dan
daerah.”
4. Kasus
Pemerataan Pendapatan Oleh Pemerintah
Kebijaksanaan Pemerataan
Pendapatan Bagian dari Pengelolaan Keuangan Negara
Pemerataan
pendapatan (redistribusi pendapatan/ distribution of income) merupakan usaha
yang dilakukan oleh pemerintah agar pendapatan masyarakat terbagi semerata
mungkin diantara warga masyarakat. Pengertian merata di sini tidak berarti
bahwa semua warga masyarakat pendapatannya dibuat sama, tetapi kesempatan yang
sama bagi setiap warga untuk memperoleh pendapatan.. Tujuannya adalah agar
tidak terjadi ketimpangan pendapatan dalam masyarakat sehingga dapat
menimbulkan keresahan dan kecemburuan sosial yang pada akhirnya dapat
mengganggu stabilitas nasional.
Ukuran pokok distribution of
income dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. The size distribution of
income (The personal distribution of income)
Pengukuran atas
dasar ini biasanya dilakukan oleh ahli ekonomi. Cara mengukurnya adalah
masing-masing individu dicatat penghasilan per tahunnya dari sejumlah individu
yang diteliti secara sampling. Penghasilan dinyatakan dalam satuan uang.
Kemudian dikelompokkan berdasar urutan penghasilan dari terendah sampai
tertinggi. Dari hasil pengelompokan tersebut akan diketahui kelompok golongan
berpenghasilan rendah memperoleh berapa persen dari seluruh penghasilan
nasional dan kelompok golongan paling kaya memperoleh berapa persen,
selanjutnya dapat diketahui ada ketimpangan atau tidak.
2. The functional distribution of
income (share distribution)
Ukuran ini
menjelaskan tentang bagian pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi
(berapa yang diterima oleh buruh (upah), pengusaha (keuntungan), pemilik tanah
(sewa), pemilik modal (bunga/jasa) sesuai dengan fungsi masing-masing faktor
produksi)
A. Teknik
Pemerataan Pendapatan:
Ada beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk redistribusi pendapatan, antara lain :
1. transfer uang tunai (NIT,
demogrant, WRS);
transfer uang tunai merupakan
pemberian subsidi berupa uang tunai kepada orang yang termasuk berpenghasilan
rendah. Model transfer tunai dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a)
Model
pajak pendapatan negatif (Negative Income Tax/NIT), maksudnya adalah bahwa
pemerintah memberikan subsidi kepada penduduk yang dianggap tidak mampu.
Persyaratannya adalah bahwa keluarga yang diberi subsidi merupakan keluarga
yang penghasilannya di bawah pas-pasan dan nilai yang disubsidi adalah selisih
antara penghasilan pas-pasan dengan penghasilan riil keluarga itu. Model NIT
menguntungkan jika penghasilan keluarga yang bersangkutan itu rendah. Semakin besar
keluarganya semakin menguntungkan. Oleh karenanya pemerintah membatasinya
misalnya maksimum 5 jiwa dalam suatu keluarga. Dengan menggunakan angka
persentase subsidi bagi tiap jiwa, maka mudah untuk menetapkan besarnya subsidi
Formula untuk pemberian subsidi pada program NIT adalah T = r (YB – Yi).
T = besar transfer
r = tingkat pajak
marginal, dinyatakan dalam persen (%)
YB = pendapatan
pas-pasan (ditetapkan pemerintah)
Yi = pendapatan
keluarga
YG = besar subsidi
maksimum
Contoh :
Penghasilan
pas-pasan yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 100.000/jiwa/bulan. Subsidi bagi
mereka yang berpenghasilan di bawah pas-pasan 10 % / jiwa, dengan subsidi
maksimum 5 jiwa ( YG). Jika suatu keluarga terdiri dari 5 jiwa ( ayah, ibu dan
3 anak). Pendapatannya Rp 200.000/ bulan. Dari contoh kasus ini dapat dihitung
besar transfer yaitu
r = 5 x 10 % = 50 %
atau 0,5
YB = 5 x Rp 100.000
= Rp 500.000
Yi = Rp 200.000
YG = 5 x 10 % x Rp
500.000
T = 0,5 ( 500.000 –
200.000) = Rp 150.000
Besar subsidi = Rp
150.000 < Rp 250.000. Besar penghasilan setelah disubsidi (Yd) adalah Rp
200.000 + Rp 150.000 = Rp 350.000
b)
Model
demogrant, yaitu suatu program subsidi uang tunai di mana semua anggota
kelompok demografi menerima subsidi uang tunai yang sama, tanpa membedakan
tingkat penghasilan mereka. Kelompok demografi adalah kelompok penduduk yang
pendapatannya berada di bawah penghasilan pas-pasan. Persyaratannya adalah
bahwa batas penghasilan pas-pasan ditetapkan pemerintah, yang disubsidi adalah
keluarga di bawah penghasilan pas-pasan dan subsidi dihitung per jiwa dalam
bentuk rupiah. Model ini menguntungkan jika penghasilannya tetap, dan
pemerintah menetapkan besarnya subsidi per jiwa tinggi. Namun sulit menetapkan
dengan tepat besarnya subsidi per jiwa dalam rupiah. Contoh :
Penghasilan pas-pasan
yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 200.000 untuk keluarga 5 jiwa. Besar
subsidi per jiwa adalah Rp 50.000. Suatu keluarga dengan 5 jiwa mempunyai
penghasilan Rp 150.000/bulan. Besar subsidi untuk keluarga tersebut adalah 5 x
Rp 50.000 = Rp 250.000. Dengan demikian, penghasilan keluarga tersebut
seluruhnya (setelah ditambah subsidi) adalah Rp150.000 + Rp 250.000 = Rp
400.000.
Contoh lain :
Pemerintah akan memberikan subsidi bagi masyarakat yang penghasilannya di bawah
pas-pasan. Setelah diadakan penelitian, pemerintah menetapkan bahwa keluarga 5
jiwa yang berpenghasilan pas-pasan adalah Rp 50.000/kapita/bulan. Jika subsidi
yang diberikan adalah 10/kapitanya atau Rp 5000/jiwa. Untuk keluarga yang
penghasilan per kapita per bulan Rp 50.000, maka subsidi untuk 5 jiwa = 5 x Rp
5000 = Rp 25.000 dan jumlah penerimaan seluruhnya adalah Rp 250.000 + Rp 25.000
= Rp 275.000
c)
Model
Subsidi Upah (Wages Rate Subsidies/WRS), yaitu subsidi yang diberikan kepada
buruh yang bekerja harian dan penghasilannya di bawah upah pas-pasan. Semakin
banyak upah buruh (sepanjang masih di bawah upah pas-pasan, semakin sedikit
subsidinya). Namun subsidi maksimum juga ditetapkan dan upah minimum juga harus
ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya setiap tambahan upah minimum disubsidi.
Contoh : Pemerintah menetapkan upah minimum Rp 15.000/hari. Bagi perusahaan
yang memberi upah di bawah minimum supaya disubsidi. Karena pemberian upah pada
masing-masing buruh berdasarkan prestasinya, maka bagi buruh yang lain juga
perlu diberi subsidi supaya adil. Misal setiap upah harian Rp 10.000 subsidinya
Rp 5000. Upah terendah pada suatu perusahaan adalah Rp 10.000. Supaya mencapai
upah minimum sesuai yang diwajibkan pemerintah, maka subsidinya adalah Rp
15.000 (ini merupakan subsidi maksimun)
2. transfer uang dan barang;
Dalam realisasinya,
transfer uang tunai sebagaimana tersebut di atas, dapat juga diberikan sebagian
dalam bentuk barang. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir penyimpangan
maksud pemberian subsidi yang sesungguhnya.
3. program kesempatan kerja
(PEP).
Kesempatan kerja
merupakan hal yang sangat didambakan bagi orang yang belum bekerja. Pemerintah
harus menyediakan lapangan kerja dengan tingkat upah tertentu. Tetapi dalam
kenyataan program penciptaan kesempatan kerja pada sektor pemerintah maupun
swasta di negara berkembang bahkan di negara maju sekalipun mengalami
kesulitan. Di beberapa negara maju, mereka yang menganggur mendapat tunjangan
atau subsidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar