Jumat, 02 Januari 2015

Eksistensi Bahasa Indonesia Terhadap Bahasa Daerah dan Asing

Eksistensi Bahasa Indonesia Terhadap Bahasa Daerah dan Asing

1.     Pendahuluan

Setiap negara mempunyai media komunikasi yang mana dapat memperlancar suatu hubungan antar individu. Alat komunikasi ini kita sebut bahasa. Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Bahasa Indonesia merupakan media komunikasi yang digunakan oleh rakyat Indonesia dalam berbahasa antar daerah. Bahasa Indonesia juga bisa disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.

Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu (Melayu Riau) yang pada zaman dulu menjadi bahasa Lingua Franca, yakni bahasa perdagangan antarpulau di nusantara. Bahasa Melayu menjadi dominan di kala itu dikarenakan fleksibelitasnya akan bahasa-bahasa lain. Kemudian dalam perjalanannya bahasa Indonesia lahir dan dikukuhkan menjadi bahasa persatuan melalui momen Sumpah Pemuda, tepatnya 28 Oktober 1928, kemudian dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 (Bab XV, pasal 36).

Bahasa Indonesia sudah dikenal dari anak-anak hingga dewasa karena merupakan suatu media yang menasional. Keadaan ini sungguh memprihatinkan. Jika generasi penerus masa depan bangsa Indonesia sudah tidak bisa menghargai bahasa sendiri maka bahasa Indonesia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai bahasa Nasional.

2.     Pembahasan

Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat menuntut para pengambil kebijakan di bidang bahasa bekerja lebih keras untuk lebih menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan masalah pembinaan bahasa. Melihat perkembangan bahasa Indonesia di dalam negeri yang cukup pesat, perkembangan di luar negeri pun sangat menggembirakan.

Dengan demikian globalisasi memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia pun menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat penting agar dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika masyarakat menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam setiap konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu merusak tatanan bahasa nasional.

Keadaan saling mendesak ini sebenarnya tidak hanya terjadi antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi juga antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Kenyataan yang ada sekarang ini, fungsi bahasa daerah mulai tergantikan oleh bahasa Indonesia. Situasi nonformal yang seharusnya menggunakan bahasa daerah mulai tergantikan oleh bahasa Indonesia. Sebagai contoh saat ini banyak keluarga muda suku Jawa yang orangtuanya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada anak balitanya, bukan lagi dengan bahasa Jawa. Begitu pula mulai ada kecenderungan bahasa Inggris menggantikan peran bahasa Indonesia, baik dalam komunikasi nonformal (lingkungan keluarga) maupun komunikasi formal. Sekarang ini, banyak sekolah yang sebenarnya bukan sekolah internasional menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris, tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar.

Tidak ada yang meragukan bahwa penguasaan bahasa Inggris memang diperlukan di era globalisasi ini. Diperlukan penguasaan bahasa Inggris untuk dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan yang sebagian besar berasal dari barat. Komunikasi di era pasar bebas pun memerlukan bahasa Inggris sebagai alat perhubungan antarbangsa. Pada intinya, penguasaan bahasa Inggris diperlukan untuk mengikuti setiap detik perkembangan dunia. Akan tetapi, hal yang dikhawatirkan saat ini ialah bahasa Inggris tersebut sudah berada pada fungsi yang kurang semestinya. Semakin hari, bahasa Inggris kian mendesak fungsi bahasa daerah maupun bahasa Indonesia, baik dalam komunikasi nonformal maupun komunikasi formal.

Fenomena yang ada saat ini contohnya, adanya kecenderungan menyelipkan istilah-istilah asing (yang padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia) dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa Indonesia. Penyisipan istilah-istilah asing ini sering dilakukan oleh tokoh masyarakat dan artis (lokal) yang keduanya tidak jarang dijadikan anutan oleh masyarakat luas. Hal ini sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan pejabat dan artis saja, tetapi juga di lingkungan masyarakat.

Kalau diamati seperti didaerah tempat tinggal saya di Tangerang, anak-anak muda dari jenjang SD hingga SMA bila mereka mengobrol dengan sesamanya, mereka menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan menyelipkan istilah-istilah bahasa asing yang mereka anggap keren. Dengan berbahasa seperti itu mereka sudah merasa resmi mereka adalah anak gaul dan keren. Bagi mereka bila berbicara seperti itu tidak akan seperti orang yang ketinggalan zaman atau norak. Padahal mereka secara tidak sadar telah merusak bahasa nasional mereka sendiri.

Lalu bila diamati lagi, banyak terlihat papan-papan nama usaha masih banyak yang menggunakan frase bahasa Inggris, seperti X Mall, X Square, X Computer, X Plaza dan masih banyak lainnya. Merk-merk produk buatan dalam negeri pun menggunakan bahasa Inggris, seolah-olah produk buatan luar negeri lebih bermutu daripada buatan dalam negeri. Brosur-brosur hotel dan menu masakan restoran banyak yang dicetak dalam bahasa Inggris.

Selain itu ada banyak fenomena lagi yang mencampuradukkan antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam satu pembicaraan. Sebagai contoh, pencampuradukan ini dapat dilihat di televisi swasta pada acara olahraga yang dengan bangga presenternya memamerkan kebolehannya berbahasa Inggris. Di radio swasta banyak penyiar menggunakan bahasa Inggris dalam siaran mereka. Bahasa Inggris dianggap lebih bergengsi dan lebih aksi.

Hal yang perlu mendapat perhatian saat ini ternyata fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai digantikan oleh bahasa Inggris. Sekolah-sekolah berlomba-lomba mengedepankan bahasa Inggris. Sekolah-sekolah ini berlomba-lomba membuat siswa-siswanya sangat internasional, tetapi tidak mengerti mengenai bahasa dan negaranya sendiri.

Di era globalisasi ini, bahasa Inggris dianggap lebih menjanjikan. Mereka menganggap mutlak menguasai bahasa Inggris untuk mengikuti perkembangan zaman, sedangkan bahasa Indonesia terlebih bahasa daerah sudah tidak penting lagi bagi mereka. Seperti inilah keadaan masyarakat kita saat ini.

Menurut saya permasalahan utamanya dari fenomena-fenomena diatas adalah kurangnya kebanggaan akan bahasa sendiri. Bila seseorang sudah tidak bangga akan bahasa mereka sendiri, mereka akan dengan mudah beralih ke bahasa lain yang lebih bisa dibanggakan bagi mereka.

Kesadaran akan pentingnya bahasa daerah dan bahasa Indonesia dan kebanggaan terhadap keduanya harus dimunculkan. Relakah apabila suatu saat nanti bahasa Jawa itu hilang? Ataukah relakah bila bahasa Indonesia itu hilang dan tergantikan oleh bahasa Inggris? Seharusnya bangsa Indonesia perlu belajar dari bangsa Jepang dan bangsa Perancis yang sangat terkenal akan kesetiaannya pada bahasa mereka. Bangsa Jepang yang sangat terkenal dengan teknologi yang super canggih ternyata tidak begitu saja gampang menyerap bahasa lain. Hal ini tidak lepas dari sikap bangsa mereka dan kebanggaan mereka akan bangsa mereka sendiri.

3.     Pelestarian Bahasa Daerah

Karena itu salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah di Indonesia ialah dengan menumbuhkan kesadaran tiap warga etnik tertentu akan pentingnya bahasa daerah mereka. Kesadaran akan bahaya kepunahan bila bahasa daerah mereka sudah tidak digunakan dalam kehidupan mereka perlu dimunculkan. Punahnya bahasa mereka akan menyebabkan hilangnya budaya yang mereka miliki. Bila perlu kampanye pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan, tidak hanya kampanye politik saja.

Pelestarian bahasa daerah ini juga dapat dilakukan melalui media cetak maupun elektronik. Perlunya media cetak dan elektronik memunculkan berita, artikel, atau acara budaya dengan bahasa daerah tertentu. Saat ini sebenarnya sudah banyak televisi lokal yang menampilkan identitas budaya daerah dan juga menggunakan bahasa daerah dalam acara-acara tertentu. Surat kabar tertentu juga sudah ada yang pada hari tertentu menggunakan beberapa halaman untuk menampilkan berita-berita atau artikel dalam bahasa daerah. Di Yogyakarta bahkan ada suatu instansi yang pada hari tertentu menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi antarpegawai. Seharusnya disekolah-sekolah juga perlu menggunakan bahasa daerah pada hari-hari tertentu seperti yang pernah dilakukan oleh salah satu sekolah di Yogyakarta.

Tentunya masih banyak lagi usaha yang bisa dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah di Indonesia. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan instansi lain yang terkait dan masyarakat penutur bahasa daerah tersebut.


4.     Pelestarian Bahasa Indonesia

Menurut saya seperti halnya pelestarian bahasa daerah, pertama kali yang perlu dilakukan ialah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bahasa Indonesia sebagai identitas Negara. Punahnya bahasa Indonesia akan menyebabkan punahnya bangsa Indonesia. Kesadaran ini harus diikuti dengan kebanggaan akan bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia dapat berkaca pada bangsa Jepang dan Perancis yang begitu bangga terhadap bahasanya. Mereka ternyata sedemikian loyalnya dengan bahasanya sendiri.

Kebanggaan akan bahasa Indonesia ini sebetulnya tak lepas dari peran para pemimpin bangsa ini. Kebanggaan akan bahasa Indonesia tentunya tak lepas dari kebanggaan akan bangsa Indonesia. Pemimpin bangsa perlu meningkatkan ekonomi, politik, budaya, sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang patut diperhitungkan. Selain itu, perlu komitmen untuk memberantas korupsi yang terjadi di kalangan elit sehingga tidak selalu terdengar pernyataan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang korup. Keadaan bangsa yang tidak baik akan menimbulkan ketidakpercayaan diri pada masyarakat dan akan menghilangkan kebanggaan akan bangsa dan bahasa Indonesia.

Yang kedua ialah dibutuhkan keteladanan dari para figur atau tokoh masyarakat. Mereka seharusnya menjadi panutan yang tertib, taat asas, dan tidak amburadul dalam berbahasa. Bagaimana mungkin warga bangsa ini bisa diharapkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bila para pemimpinnya saja memberi contoh yang kurang baik.

Usaha yang ketiga, kultur dan kebiasaan berbahasa yang baik perlu dibangun dan diciptakan melalui bangku pendidikan. Harus ada upaya serius dari pemerintah untuk mendesain proses pembelajaran di sekolah yang menarik dan menyenangkan sehingga anak-anak negeri ini mampu menikmati masa-masa belajarnya secara enjoy dan nyaman. Dengan kata lain, harus ada upaya revitalisasi (usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali) pembelajaran bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran yang dirindukan dan dicintai. Kelak, kegiatan berbahasa Indonesia tidak hanya melekat sebatas pengetahuan dan teoretis semata, tetapi menyatu dalam perilaku dan sikap.

5.      Kesimpulan

      Di era globalisasi ini, nampaknya eksistensi bahasa daerah dan bahasa Indonesia mulai terdesak oleh        bahasa Inggris. Semakin hari, fungsi kedua bahasa tersebut mulai tergantikan oleh bahasa Inggris.                  Memang tidak bisa dipungkiri penguasaan bahasa Inggris merupakan hal penting dalam era informasi            dan komunikasi ini. Akan tetapi, jangan sampai bahasa asing semakin mendesak eksistensi bahasa                daerah dan bahasa Indonesia. Perlu usaha yang keras untuk menyeimbangkan peran antara bahasa                daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing agar mengantisipasi kepunahan bahasa daerah dan bahasa          Indonesia. Tanggung jawab kita sebagai bangsa Indonesia ialah melestarikan bahasa kita. Jangan sampai        di era globalisasi ini justru masyarakat Indonesia menjadi asing di tengah bangsa sendiri. Bila hal tersebut        tidak dilakukan bangsa Indonesia mulai menggali kubur bagi bahasanya sendiri dan pelan-pelan                      mengucapkan selamat tinggal bahasa dan bangsa Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar